You are currently browsing the monthly archive for April 2011.


Sekitar tahun 70an, di pekarangan rumah orangtua saya yang terletak di daerah Bekasi kota, ada pohon petai yang cukup besar. Saat itu saya masih kecil, saya ingat sering memainkan bunga petai yang jatuh karena bentuknya besar seperti bandul. Selain pohon petai yang terletak disebelah kanan pekarangan, ada juga pohon mangga golek di pekarangan depan, jambu air dan pohon mengkudu disebelah kiri pekarangan. Di pekarangan belakang ada kebun singkong yang lumayan luas. Beberapa tanaman hias juga ditanam orang tua saya di sebelah pekarangan depan, diantaranya ada palem kuning, alamanda dan bunga nusa indah.

Hampir setiap siang hari, dari pohon petai itu terdengar suara “tuk-tuk-tuk-tuk-tuk”, itu tandanya ada burung pelatuk yang bulunya berwarna kecoklatan dengan garis-garis putih sedang mematuk-matuk batang pohon. Saat itu saya tidak tahu persis mengapa burung itu suka mematuk-matuk batang pohon petai, sayapun lupa apakah dulu pernah menanyakan hal tersebut pada orang tua saya. Setelah agak besar barulah saya tahu bahwa burung pelatuk itu memakan serangga terutama ulat yang ada di pohon petai tersebut. Saya sangat takjub melihat burung yang cantik itu mematuk-matukkan paruhnya ke batang pohon petai .

Saat ini pohon petai itu sudah tidak ada di pekarangan rumah orang tua saya, begitu juga dengan pohon mengkudu dan palem kuning. Andaikan sekarang masih ada, pohon itupun mungkin sudah sangat tua usianya, mungkin masih akan bertahan hidup karena usia tumbuhan bisa sangat panjang, bisa lebih dari seratus tahun untuk beberapa jenis tumbuhan, seperti pohon Squoia raksasa di Amerika sana yang usianya kalau tidak salah telah mencapai lebih dari 3 abad. Pekarangan rumah orang tua sayapun sudah tidak seluas dulu lagi. Rumah kamipun sudah berubah posisi dan bentuk, dan di pekarangan kecil yang tersisa saat ini bapak saya masih menanam pohon mangga, jambu air dan belimbing wuluh, sebagian barangkali karena itu tanaman-tanaman nostalgia beliau, dengan letak berdesak-desakan.

Dengan hilangnya pohon petai, maka hilang pulalah suara ‘tuk-tuk-tuk-tuk-tuk’ itu. Saya tidak ingat kapan persisnya pohon petai di pekarangan rumah kami dulu ditebang, mungkin sekitar tahun 80an, saat itu saya sudah ke Bandung untuk kuliah. Sayapun tidak ingat kapan terakhir saya melilhat burung pelatuk di pekarangan rumah kami dulu. Sering saya merindukan suara itu, saya merasa bahwa burung pelatuk , sebagaimana juga pohon petai, mengkudu, mangga golek, palem kuning, bunga alamanda dan nusa indah, merupakan bagian dari kenangan masa kecil saya yang indah.

Ketika saat ini dibeberapa daerah sedang dihebohkan dengan outbreak atau ledakan populasi beberapa jenis ulat bulu, saya kembali teringat burung pelatuk itu. Andai saja saat ini masih banyak burung pelatuk, sebagaimana juga burung-burung pemakan ulat lainnya di sekitar kita, pastilah ulat-ulat bulu itu tidak akan berkembang pesat populasinya.

Sayangnya burung pelatuk sudah pergi entah kemana, mungkin tak akan pernah kembali lagi, dan burung-burung lainpun semakin berkurang jenis dan jumlahnya yang bisa kita jumpai di lingkungan perkotaan kita. Burung-burung yang seharusnya terbang bebas di udara dan mencari makan ulat-ulat atau buah dan biji-bijan di pohon-pohon kini sudah banyak dipelihara orang dalam sangkar, sehingga burung-burung itu tidak dapat lagi melakukan fungsi ekologisnya di alam, tidak lagi menjadi bagian dari penyeimbang ekosistem dalam rantai makanan di alam, salah satunya menjadi pengontrol populasi ulat bulu.

Sekarang saya hanya bisa bercerita kepada anak saya yang masih kecil tentang masa kecil bapaknya yang indah yang mengagumi burung pelatuk. Untungnya ada tokoh “woody woodpecker” di TV sehingga anak saya bisa membayangkan bagaimana rupa burung itu. Tetapi apakah kita harus membuat semua burung-burung dan binatang lainnya di kartunkan agar anak-anak kita mengenal binatang-binatang yang lucu, cantik dan bermanfaat itu, karena mereka sudah tidak bisa kita temukan lagi di lingkungan sekitar kita ?

# Bandung, 14 April 2011. Taufikurahman, SITH-ITB.


this is a simple, natural, funny video of two little boys, they are brothers, which has reached more than 300 millions hits within a very short time. Eventhough his finger was bitten by Charlie, his younger brother, the older brother, i.e. Harry was not showing his angry, let alone did something to hurt his younger brother, Harry only cry a bit and after that they both laughing. It shows love and affection of the older brother to his younger brother.


Pada jaman Rasulullah saw dahulu, ketika wahyu AlQur’an turun para sahabat menuliskannya di daun-daun kurma kering atau kulit unta. Bayangkan, betapa tidak mudahnya menulis pada jaman itu, dan juga sama tidak mudahnya untuk mengumpulkan tulisan-tulisan tersebut. Jadi, dengan mushaf (buku) yang berisi ayat-ayat AlQuran dalam bentuk tumpukan kulit dan daun-daun kering, kita dapat bayangkan betapa susah menyimpan dan membawa mushaf tersebut. Syukurnya orang-orang Arab jaman dahulu sangat terkenal dengan kemampuan mereka mengingat, misalnya menjadi tradisi mereka untuk menyebut jalur nasab seseorang sampai lebih dari tujuh generasi keatas. Dengan kemampuan mengingat yang kuat itu banyak para sahabat yang hafal 30 juz Al Qur’an.

Bandingkan dengan saat ini. Mushaf AlQuran yang memuat 30 juz saat ini bisa disimpan secara digital (soft copy) dalam sekeping CD atau sebuah flashdisk mini, sangat mudah dibawa kemana-mana, dapat dibaca, diputar dengan alat kecil seperti MP3, hp, laptop. Mushaf hard copy-nya juga sangat variatif dengan berbagai ukuran. Umat Islam, bahkan umat manusia secara menyeluruh, dimanapun mereka berada, apalagi dengan era internet saat ini, dapat mengakses ayat-ayat AlQuran, berikut terjemahan dan penjelasannya dengan sangat mudah, ke berbagai bahasa di dunia. Jika ada pertanyaan, cukup klick pada “mbah Google” kita akan ditunjukkan dengan ribuan situs terkait dengan AlQuran ini.

Kalau membandingkan itu kita mestinya malu dengan generasi jaman dahulu yang begitu memperhatikan dan menjaga AlQuran agar senantiasa dalam hati dan pikiran mereka. Dengan segala kesusahan dan ketiadaan sentuhan teknologi pada saat itu, ternyata begitu banyak para penghafal (hufadz) AlQur’an bermunculan. Sebaliknya saat ini dengan begitu banyak kemudahan yang telah diberikan Allah SWT melalui kemajuan teknologi yang diciptakan manusia, ternyata kepedulian manusia pada umumnya terhadap AlQur’an masih sangat minimal.



sumber gambar:
http://www.yoko-oshin.info/brisbane_noct/LYMANTRIIDAE.htm&imgurl

Ledakan populasi ulat bulu
Akhir-akhir ini masyarakat di berbagai daerah di tanah air dihebohkan dengan serangan ulat bulu. Awalnya laporan diperolah dari daerah Probolinggo, jawa Timur, di daerah ini ulat bulu menyerang pohon-pohon mangga yang memang banyak ditanam warga. Ulat bulu bahkan mendatangi rumah-rumah warga, menempel di tembok-tembok rumah. Laporan tentang ledakan populasi ulat bulu-pun berdatangan dari Magelang, Semarang, Yogyakarta, Kendal, bahkan sampai ke Jakarta (Tanjung Duren), dan Bali.

Jenis ulat bulu yang menyerang di berbagai daerah di Indonesia walaupun berbeda-beda, kemungkinan besar masuk dalam famili ngengat Lymantriidae. Di dunia, tercatat ada sebanyak 350 genus dan lebih dari 2500 species yang termasuk kedalam kelompok ini. Salah satu ciri ulat kelompok famili ini adalah menyebabkan rasa sakit atau gatal pada kulit bila bersentuhan dengan rambut dari ulat ini. Ulat bulu yang menyerang pohon mangga di Probolinggo, menurut beberapa laporan, diantara Suputa (2011), adalah spesies Arctornis sp. dan Lymantria atemeles, keduanya dari famili Lymantriidae.

Hama biasanya menyerang pohon dengan pola tanam homogen
Serangan hama biasanya terjadi pada daerah dengan penanaman monokultur seperti praktek yang biasa terjadi di lahan pertanian dan perkebunan. Pada pola penanaman tumbuhan hetero atau mixed culture, serangan hama umumnya tidak terjadi. Pada pola monokultur, ketersediaan makanan bagi hewan hama biasanya jenisnya tertentu, melimpah, dan antar pohon satu dengan yang lain tidak ada barier fisik. Karena itu daerah yang ditanam dengan satu jenis tanaman seperti mangga semua menjadi sangat rentan terhadap serangan hama mangga (kasus Probolinggo), dan daerah yang ditanami pohon cemara akan rentan terhadap serangan hama pohon cemara.

Faktor cuaca
Selain itu banyak faktor lingkungan yang berpengaruh seperti cuaca. Sejak lebih dari setahun musim hujan dibanyak daerah di Indonesia tak berhenti, kelembapan udara tinggi, dan kendati masih hujan, suhu udara juga dibeberepa daerah mulai meningkat. Resultante dari kondisi lingkungan tersebut dapat meningkatkan laju reproduksi hewan2 hama.

Berkurangnya predator alami
Faktor lain yang mendukung terjadinya ledakan populasi hama adalah ketiadaan atau kurangnya predator atau musuh alami misalnya burung-burung. Masyarakat kita biasanya tidak tahan lihat burung bebas berterbangan, burung-burung itu ditembak, di katepel atau ditangkap lalu dimasukkan ke dalam sangkar. Predator alami lainnya biasanya adalah semut rangrang yang sekarang juga banyak diburu para penjual makanan burung yang sudah dikurung dalam sangkar tersebut. Akibat berkurangnya burung dan semut rangrang di alam yang biasanya memakan ulat bulu, booming atau ledakan populasi hama ulat bulu-pun tak terelakkan.

Faktor biotik lainnya adalah kemungkinan fungsi parasitoid tidak berjalan dengan maksimal. Parasitoid adalah organisme yang meletakkan atau menyuntikkan telurnya didalam telur organisme lain. Berkat kerja parasitoid ini, biasanya telur-telur kupu-kupu atau ngengat terkontrol sekitar 45-50 %. Beberapa parasitoid yang biasanya ditemukan pada telur serangga ini diantaranya adalah Beauveria bassiana, Brachymeria lasus dan Compsilura cincinnata.

Boleh jadi juga munculnya fenomena resistensi hama terhadap senyawa pestisida yang selama ini digunakan, walaupun biasanya ini terjadi di lahan pertanian atau perkebunan yang secara intensif disemprot pestisida, sedangkan di kota, apalagi di pohon cemara, biasanya pestisida tidak dipakai karena cemara bukan komoditas pertanian atau perkebunan yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Bagaimana mengatasinya
Untuk mengatasi serangan hama ulat bulu ini, dapat digunakan insektisida alami atau biologis dari senyawa tumbuhan, misalnya dari biji pohon nimba, sirih, atau lainnya. Insektisida biologis lainnya adalah dari bakteri Bacillus thuringiensis atau Bt. Jika kondisinya parah dapat diaplikasikan juga insektisida kimiawi. Pemangkasan pohon, yakni memotong percabangan atau rantingnnya, dapat dilakukan, paling tidak untuk mengurangi ketersedian sumberdaya makanan hama tersebut. Selain itu perlu dilakukan penyiangan atau pembersihan terhadap gulma dan serasah (daun atau ranting mati) atau sampah disekitar pohon juga penting untuk mengurangi tempat berkembangnya larva dari serangga ini.

Karena ngengat ini bersifat nokturnal atau aktif dimalam hari, dan mencari cahaya, masysrakat dapat membuat “light trap” atau perangkap cahaya, bagi ngengat yang merupakan organisme dewasa dari ngengat ini. Light trap sederhana dibuat cukup dengan lampu yang di bawahnya nya diberi air dengan campuran minyak, sabun atau deterjen.

Antisipasi kedepan
Kedepan, saran untuk kota-kota dalam program penghijauannya jangan melakukan pola penanaman monokultur, dan pemilihan jenis tanaman untuk pinggir jalan atau pekarangan rumah perlu selektif dengan mempertimbangkan berbagai pertimbangan ekologis, bukan hanya aspek estetis. Selain itu perlu dipelihara kebersihan lingkungan dengan menyiangi gulma disekitar pohon tersebut secara teratur. Lebih lanjut, masyarakat harus mulai belajar untuk menjaga burung-burung berterbangan dari pohon ke pohon dan tidak ditembak atau di katepel. Semut rangrang juga harus dibiarkan dipohon agar dapat berperan optimal menjadi predator alami dari populasi ulat bulu.


sumber gambar: http://thailand.ipm-info.org/components/soap.htm


Barangkali kita sering tidak sadar
banyak anak yatim disekitar
memandang dunia dengan mata nanar
tidak seperti anak-anak kita memandang dengan mata berbinar.

Jangan biarkan mereka mengorek-ngorek sampah untuk isi perut
menghadapi hari-hari penuh rasa takut
mereka membutuhkan belaian lembut
memimpikan tidur nyaman dikasur empuk berselimut

ayolah bantu mereka
dengan sedikit harta yang kita punya
sungguh Allah mencintai hamba-Nya yang taqwa
yang didalam hartanya ada bagian untuk si yatim yang papa


Hari ini dari pagi hingga siang ini, saya meluangkan waktu untuk general check up di klinik ITB (BMG: Bumi Medical Ganesha), kebetulan ada jatah dari ITB. Sebetulnya seharusnya saya sudah melakukan ini pekan lalu atau sebelumnya, sesuai jadwal yang diberkan Kepala Yankes BMG, tetapi karena satu dan lain hal (alasan klasik) baru sempat sekarang.

Saya bertemu dengan beberapa rekan lain, umumnya lebih senior dari saya yang juga melakukan general check up. Semakin berumur, seseorang semakin perlu lebih rutin untuk general check up.

Untuk general check up, saya harus puasa tidak makan sejak jam 10 malam hingga diambil sampel darah pagi tadi, setelah itu baru boleh makan, dan dua jam kemudian diambil sampel darah lagi. Selain sampel darah juga diperiksa sampel urin, tensi, rontgent dan EKG (Elekto Kardiograph). Alhamdulillah semua lancar, dan tensi saya juga tadi pagi normal, i.e. 120/80, walaupun tidak dijamin akan normal seperti itu terus, tergantung makanan yang dikonsumsi dan kondisi kesehatan tubuh kita.

Bagi orang yang usianya sudah diatas 40-an, periksa kesehatan menyeluruh atau general check up ini mestinya dilakukan secara rutin, setahun sekali.


A very interesting presentation by Bonnie Bassler on social lives of bacteria.


an eloquent speech by Sist Sarah Joseph on peaceful world.


Bulan April ini hujan mulai banyak turun lagi setelah beberapa bulan sempat agak reda walaupun sebenarnya tidak benar-benar reda. Di Bandung, sejak 2010 seingat saya tidak ada bulan tanpa hujan turun kendati mungkin hanya beberapa hari saja. Dua bulan terakhir cuaca di Bandung kalau siang hari memang lebih panas terasa, salah satu indikatornya adalah tanaman suplir di pot yang saya letakkan di taman kecil depan rumah semakin sering daunnya mengering, padahal tanaman itu sudah saya pindahkan ke tempat yang ada naungan tanaman lainnya.

Gagal panen cabe yang melanda para petani cabe sehingga mengakibatkan harga cabe melambung dari hanaya beberapa ribu rupiah saja,pernah berad pada angka Rp.100 ribu per kilogram. Ini sungguh luar biasa. gagal panen cabe disebabkan oleh curah hujan yang tinggi sepanjang tahun sehingga mengakibatkan proses perbungaan dan pembentukan buah dan biji tapa tanaman ini menurun.

Seorang teman menulis di wall fb saya (@taura taufikurahman) yang menanyakan bahwa sepanjang tahun kemarin dan sekarang dia tidak menemukan rambutan, artinya apenen ramnbutanpun tidak terjadi atau kalaupun ada mungkin sangat sedikit. Tanaman rambutan bisa jadi memiliki sensitivitas yang sama terhadap berlebihnya curah hujan sehingga perbungaan dan pembentukan buah dan bijinya terhambat.


beginilah jadinya kalau pak polantas bertugas sambil berjoget ria

April 2011
S S R K J S M
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
252627282930  

Klik tertinggi

  • Tidak ada

RSS Feed yang Tidak Diketahui

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.