Semakin lama masalah transportasi di kota Bandung tampaknya semakin parah. Jumlah kendaraan semakin bertambah, sementara lebar jalan tidak mampu mengatasi pertambahan jumlah kendaraan yang demikian cepat. Kemacetan terutama terjadi pada jam-jam sibuk (rus’u’h hours) pada pagi ketika orang memulai aktivitas dan pergi ke sekolah, kantor, pasar, dsb. Repotnya, pada jam ini beberapa pasar tumpah yang beroperasi sejak tengah malam masih menyisakan kesibukan yang memakan sebagian (seperempat) badan jalan, misal di pasar Suci dekat Pusdai. Ada pedagang, ada pembeli yang tawar-menawar dengan pedagang, ada tukang becak, tukang ojek, angkot yang sembarangan berhenti dan “ngetem”. Dibeberapa tempat seperti Dayeuh Kolot, atau daerah Gunung Batu, delman juga ikutan “ngetem”. Rasanya bagus nih kalau ada mahasiswa FSRD yang mengambar kesibukan pagi hari di pasar tumpah Bandung yang riuh rendah.
Pada hari libur, ternyata lalu lintas tidak jadi lengang, malah dalam beberapa kasus dan pada beberapa ruas jalan seperti dago, cihampelas, kopo, sukajadi, pasar baru, dalem kaum… mana lagi ya…. macet parah. Di dago tumbuh menjamur factory outlets, di Cihampelas pusat per-jeans-an, sukajadi ada Paris van Java, pasar baru jelas ada pasar baru (walaupun sudah lama tetap saja baru, ini kayak kayak panjang yang walaupun sudah dipotong-potong kecil, tetap saja disebut kacang panjang). Tumbuhnya berbagai pusat perbelanjaan (supermarket, mall) di tempat-tempat strategis bikin riuh rendah suasana.
Solusinya ? he he jangan tanya saya, saya bukan ahli transportasi kan… Pakar di ITB soal transportasi itu “bejibun”, sayangnya Pemda kayaknya enggan menggunakan jasa konsultan dari ITB dalam hal ini, kenapa ya ? Pemda kota bandung sudah berusaha mengatasinya, misal dengan simulasi jalur beberapa waktu lalu, tapi tokh tidak mengatasi problematika yang ada saat ini. Hingga saat ini belum ada lagi terobosan lain dari Pemda…
Sebagai orang awam dalam masalah per-transportasi-an, tulisan ini hanya berdasarkan common sense saja, jadi jelas tidak boleh dianggap sebagai pandangan pakar transportasi.
Pertama, Bandung perlu angkutan massal yang bagus. Terlalu banyak angkot yang suka-suka berhenti dan jalan lagi jelas memberikan masalah tambahan bagi transportasi Bandung. Apalagi tidak ada lokasi khusus untuk pemberhentian angkot tersebut. Ada beberapa armada bis yang melayani beberapa trayek tertentu seperti Cicaheum-Leuwipanjang, Dipatikukur-Cileunyi (UNPAD), mana lagi ya…. tapi ya itu jumlahnya sangat terbatas, dan bisnya sudah tua-tua dan rasanya ukurannya kegedean untuk jalan-jalan di Bandung yang relatif kecil. Jadi Bandung perlu bis-bis ukuran tiga perempat, mungkin seperti ukuran bis Antapani-KPAD (yang inipun sudah tua armadanya) yang lebih diperbanyak. Mungkin juga kalau ada yang ukurannya lebih kecil dari bis tiga perempat itu, misal seukuran mobil Elf akan membantu. Membuat busway dengan meniru Jakarta jelas tidak mungkin bagi Bandung, karena rusa jalan yang ada saat ini terlampau sempit, kecuali mungkin untuk daerah-daerah tertentu seperti Soekarno Hatta dan Sudirman. Solusi sarana transportasi yang reasonable untuk kota Bandung, yang tidak makan tempat atau ruas jalan banyak mungkin monorail. Saya dengar sudah ada kajian tentang kemungkinan monorail ini, tetapi belum ada follow up nya so far…
Kedua, komplek-komplek perumahan bagusnya dilengkapi dengan berbagai sarana-prasana dan fasilitas publik yang mencukupi, dari pasar, toko atau super market, sarana pendidikan, taman untuk rekreasi dan hiburan, rumah sakit atau klinik, dan lainnya, sehingga orang tidak harus keluar komplek perumahan untuk mencari berbagai kebutuhannya. Ini mestinya bisa dilakukan terutama untuk komplek-komplek besar seperti Riung Bandung, Margahayu, kota Parahyangan, dll. Untuk komplek kecil mungkin susah, tetapi jika komplek tersebut berdekatan, bisa dibuat cluster untuk sarana publik bersama mereka. Dengan self-contained nya komplek-komplek perumahan, masyarakat tidak perlu keluar dari kompleknya untuk mencari berbagai keperluan, sehingga hal ini bisa mengurangi volume kendaraan di jalan raya. Lebih bagus kalau pabrik atau instansi pemerintah membuat komplek perumahan karyawan atau pegawainya dalam komplek yang berdekatan dengan tempat kerja mereka.
(Bersambung)
12 komentar
Comments feed for this article
Maret 20, 2008 pada 2:06 am
Arry Akhmad Arman
Berbicara tentang pakar-pakar transportasi ITB, saya pernah tulis di milis dosen ITB contoh semrawutnya gerbang kampus ITB dan berdasarkan common sense saya sudah berikan solusinya, yaitu memisahkan gerbang kendaraan dengan gerbang keluar masuk manusia, plus tentunya tempat berhenti yang jelas. Sudah lama sekali, paling tidak 6 bulan yang lalu.
Waktu itu muncul jawaban, bahwa ITB sudah punya konsep yang matang untuk menata kawasan luar sekitar kampus ITB, bahkan dikatakan akan menjadi “kawasan percontohan”. Lalu dijelaskan pula bahwa masalahnya tinggal menunggu koordinasi dengan pihak pemkot untuk implementasinya.
Saya tunggu-tunggu………., sampai saat ini entah bagaimana perkembangannya. Saya pernah bertanya kepada pimpinan ITB yang saya kenal baik, katanya sedang menunggu jadual bertemu dengan walikota untuk membicarakannya. Nah…., kalau berbulan-bulan sebuah institusi ITB dengan suatu niat baik memperbaiki kota tidak bisa dapat jadual ketemu dengan walikota, salahnya dimana ya pak?
Semoga ide baik kawan-kawan itu segera terlaksana pak!
Mengenai bentuk transportasi alternatif, saya kurang sependapat pak! Mengapa? Permasalahan kota Bandung banyak bermuara pada perilaku manusia. Jadi kita perbaiki dulu itu sebelum mencoba alternatif baru yang mungkin membuat kota ini tambah ruwet. Nanti malah ada demo sopir angkot. Saya masih cukup optimis, penataan angkot, terutama perilaku dan tempat berhenti akan membuat sistem transportasi kota ini berubah secara signifikan tanpa khawatir ada demo.
Salam
arry akhmad arman
http://kupalima.wordpress.com
Maret 23, 2008 pada 2:41 pm
taufikurahman
hallo pak Arry,
thanks for your comment pak. Iya pak, sebelum bisa menyelesaikan masalah transportasi kota Bandung, orang ITB harus menyelesaikan dulu masalah riweuh-nya jalan Ganesha. Kalau ‘sekedar’ menunggu respons dari pemkot kayaknya luamma pak, dan setelah berbilang bulan dan tahun, belum tentu juga ada respons positif. Waktu diskusi soal burung kowak di milis tempo hari, menurut sebuah sumber yang bisa dipercaya, katanya pejabat di ITB sudah menyurati Pemkot untuk pemangkasan pohon-pohon angsana yang tinggi dan menjadi tempat sarang burung kowak. Sayangnya sampai sekarangpun belum ada respons… katanya.
Soal angkutan massal alternatif sooner rather than later menurut saya perlu ada pak. Pasti akan ada konsekwensi demo dari sopir atau pemilik angkot, ini bisa dicarikan jalan keluarnya misal dengan pengalihan rute angkot tersebut, rekrutmen para sopir angkot untuk kendaraan umum alternatif, dan share publik terhadap kendaraan umum (dan fasilitasnya) yang akan dibuat. Waktu blue bird masuk Bandung, sopir taxi armada lainnya juga demo… tapi sekarang kayaknya sudah solved (?)
Salam.
Maret 24, 2008 pada 5:09 am
Arry Akhmad Arman
Menurut saya ada cara cerdas untuk bicara dengan walikota. Rektor ITB telpon atau SMS walikota Bandung. Jalan pintas seperti banyak dilakukan orang sekarang. Masa sih seorang rektor ITB kalo nelpon atau SMS masih tidak ditanggapi segera? He3x…. Atau cara ini dianggap kurang sopan?
April 16, 2008 pada 12:28 am
Mobile Java News | News | Programmierung & Software Entwicklung Java J2ME Android
[…] Masalah Transportasi di kota Bandung […]
Juli 7, 2008 pada 9:15 am
yulandra47
Pa,setelah saya baca artikelnya tentang masalah transportasi, isinya menarik sekali.. Saya mahasiswa yang sedang menulis tugas akhir tentang city logistics,kalau bapa punya artikel tentang city logistics atau artikel lainnya tentang masalah transportasi di bdg yg di sebabkan oleh angkutan barang, boleh ya pa di publikasikan.. ^_^..
November 12, 2008 pada 2:01 am
alvian chris pradana
Kalo saya mahasiswa tingkat 1 SAPPK yang sedang observasi untuk tugas pertama saya. Kebetulan saya mengambil tema kemacetan di wilayah perbelanjaan cihampelas. Salam kenal pak dan semua teman-teman yg posting di sini..
Februari 11, 2009 pada 3:04 pm
rahma (10407017)
Assalamualaikum, Pak..
Pak, sudah lama sebenarnya saya ingin mengangkat tema mengenai Transportasi di kota bandung dalam bentuk tulisan dan mempublikasikannya ke surat kabar lokal di KOta bandung.
Saya, lahir di kota bandung, tetapi di besarkan dikota lain di Sumatera. Saya dibesarkan dan tinggal di kota Palembang.
Berbicara sistem transportasi di kota bandung, saya sedikit kecewa. ternyata kota Bandung dengan segala nilai plus di dalamnya (katakan saja, kota Bandung dikenal dengan kulinernya aatu wisata alam yang lain) belum bisa membuat nyaman warga nya sendiri. Bertransportasi, saya rasa di alami oleh semua lapisan masyarakat di tiap waktu. Mengingat kota Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia, mengapa sistem transportasi nya belum bisa dikatakan canggih.
JIka saya bandingkan sistem trasportasi yang ada di kota saya (palembang). kota Palembang ternyata memiliki sistem trasportasi yang lebih baik. contoh kasus seperti ini:
a. Keadaan di lampu merah
Di Palembang, lampu hijau digunakan hanya untuk satu sisi arus kendaraan saja. Di Bandung, lampu hijau digunakan untuk memberi instruksi ” kendaran dapat berjalan” untuk dua arus kendaraan yang berlawanan. Keadaan ini dapat di lihat di perempatan simpang dago.
b. Kenapa, jalan-jalan di Kota Bandung banyak di buat menjadi “satu arah”
Untuk permasalahan yang ini, saya tidak bisa berkomentar apa-apa. mengingat saya baru tinggal di kota bandung selam lebih kurang dua tahun.
c. Banyak jalan di gunakan untuk aktivitas yang semestinya
Beberapa jalan di kota bandung, di jadikan tempat usaha seperti berjualan.
d. Fungsi Jembatan penyebrangan
Hal ini terlintas ketika saya melihat jembatan penyebrangan yang ada di Jalan merdeka (di depan BIP). apakah jembatan itu fungsional (menurut saya, tidak).
sampai saat ini, hanya itu yang menjadi perhatian saya.
Juni 15, 2009 pada 10:18 am
Eki Achmad Rujai
Saya tertarik dengan tulisan ini….
Saya mahasiswa Arsitektur ITENAS Bandung, di Itenas banyak mahasiswa dari jakarta dan luar pulau jawa…. dan saya sendiri orang Bandung asli
Pendapat mereka tentang kota Bandung adalah membingungkan dan payah dalam segi transportasi….
karena baru pertama di Bandung, tidak seperti yang mereka bayangkan akan kota ini…. kuliner, fahion, musik, atmosfir, wanita2cantik…. berarti kota ini oke buat di jelajahi, ahrg
Beberapa ruas jalan utama pada jam-jam tertentu dijadikan 1 arah, dialihkan, dibelokan, berubah-ubah, ga pasti, fuihh….
atau “dilarang belok ke kanan”, dengan signage yang cukup terabaikan dan tersembunyi dari pandangan mata dan akhirnya di tilang pak polisi…..
Kemacetan tak terhindari pada saat weekend apalagi dago dan riau yang sering mereka kunjungi….
Memang tidak seperti jakarta keadaannya, namun Bandung kini kian Jakarta.
Dengan di bukannya jalan tol Bandung -Jakarta, hanya 2 jam….
Plat Be menginvasi kota….
Tak terhindari tanpa infrastruktur kota dan sistem transportasi yang mengimbangi….
Bandung tidak dipersiapkan, dicemooh orang jakarta, padahal plat Be yang bertengger memacetkannya, selain Bandung sendiri tidak mepersiapkannya menurut saya.
banyak masalah yang ditimbulkan, banyak ide yang diusulkan, banyak desain yang ditawarkan, banyak ahli yang tersedia disini…. menunggu apalagi atuh Bapa Bandung?
semoga dengan senjata tulisan seperti ini cukup memberikan kontribusi untuk Bandung
walau kecil
amin buat Bandung
Desember 4, 2009 pada 1:57 am
paibiopai
hmm, saia mahasiswa tingkat akhir d bio itb yang sedang melakukan TA di jakarta, udah sekitar 5 bulan saia ada di jakarta,,
masalahnyaa…
saia lebih apal peta dan transportasi jakarta daripada di bandung,,
tanya kenapaa??
Oktober 7, 2010 pada 4:17 am
karda
<> sering Boss…… buku produk ITB di kantor saya juga banyak kok… makasih, salam hormat 🙂
Oktober 7, 2010 pada 10:11 pm
oki
sampai kapan pun transportasi di kota bandung nggak akan beres, karena yang mengelola kota lebih mementingkan nilai proyek dibandingkan manfaat dalam jangka panjang. Contoh nyatanya, mereka lebih mendahulukan membangun jalan tol gasibu-ujungberung dibanding membangun jaringan jalan non tol misalkan jalan lingkar utara. Ga semua orang bakal menikmati jalan tol tersebut karena kebanyakan pengguna jalan di bandung menggunakan kendaraan roda dua yang tentu saja nggak boleh masuk jalan tol….
Oktober 25, 2010 pada 2:43 pm
yayat
saya juga tertarik untuk mempelajari, meneliti tentang transportasi kota bandung dari sisi kebijakan pemerintah, barangkali siapa saja yang memiliki tulisan, artikel tentang tema tersebut, boleh dong di info kan, terima kasih atas kerja sama dan bantuannya. (Yayat DH, Mhs Pasca Unjani, Cimahi)